­
­

Harus Pergi

Februari 28, 2015
Aku kira takdir benar-benar telah membawanya kembali. Ternyata aku salah. Dia menjadikan aku pilihan terakhir  saat dia tak tahu kemana lagi harus kembali. Saat desakan dari orang tuanya kian terasa. Pencarianya tiga tahun terakhir tak juga mampu menghapus sosok gadis yang pernah dicintainya. Dan aku harus tahu ketika pesta penikahan sudah didepan mata....

Continue Reading

  • Share:

Aku hanya sedang berbahagia

Februari 27, 2015
Hari ini aku ingin berterimakasih padamu. Kamu pasti berfikir, akhirnya terlontar juga kalimat itu dari mulutku. Sebenarnya sudah sangat lama aku ingin mengatakan ini padamu. Hanya saja ego, pun gengsiku lebih besar dari rasa legaku saat ini. Eh, kamu sadar kan beberapa bulan yang lalu kamu mempermalukan dirimu sendiri didepanku? Aku tak mengerti...

Continue Reading

  • Share:

Aku takan kembali

Februari 26, 2015
"Hai! Apakah kau baik-baik saja?" "Sepertinya kamu tak perlu bertanya. Siapa yang baik-baik saja ketika ditinggalkan seseorang? No good in good bye." "Apakah ... Jika kau ingin aku kembali, maka..." "Tunggu, Tuan. Aku tak ingin lagi mendengar kalimat itu. Aku mencintaimu, tapi bukan berarti aku bisa dengan mudah kembali kepadamu." "Well. Aku tahu...

Continue Reading

  • Share:

Jarak tak pernah berbuat curang pada kita

Februari 22, 2015
Engkau pergi bersama senja yang juga mulai merayap tinggalkan hari. Seperti senja, aku tahu esok kau pasti kembali. Seperti senja, tanpa berkata kaupun berjanji setia. Senja dan kamu, berbeda tapi sama. Selalu punya cara untuk membuatku bahagia. Aku tak ingin berpanjang lebar dalam tulisanku kali ini. Pun semua orang tahu aku tak pandai...

Continue Reading

  • Share:

Dia sahabatku, Mama

Februari 19, 2015
"Dengan siapa kau berbicara?" "Itu Rania, Mama." Tina memalingkan pandanganya ke arah kiri. Namun Rania tak lagi bersamanya. Tina tak menemukan Rania di sudut manapun termasuk sudut gelap samping almari pakaian. Tempat yang paling disukai Rania. "Apakah Mama bersikap tak ramah lagi kepadanya?" Tina melipat tanganya. Bibirnya membentuk bulatan lancip. Mamanya tersenyum. "Kau...

Continue Reading

  • Share:

Aku lupa

Februari 19, 2015
"Ah. Aku lupa. Sekarang ada perasaan yang harus ku jaga." "Kau tak perlu melakukan itu." "Benarkah? Bahkan jika ada seseorang yang akan terluka dengan hubungan kita?" "Hubungan? Bukankah kita berteman?" "Astaga. Iya. Kau sahabatku. Tak lebih dari itu." "Bagaimana kau bisa menjaga perasaan orang lain saat kau sendiri membiarkan hatimu terluka?." "Kau mengatakan...

Continue Reading

  • Share:

Penantian..

Februari 18, 2015
"Apa lagi yang sedang kau tunggu, Kinan? Umurmu sudah kepala tiga." "Kinan menunggu Kang Deni pulang, Mak." "Duh Gusti, Emakmu ini kan sudah tua, Nduk." "Apa yang harus Kinan lakukan, Mak?" "Emak pengen melihat kamu menikah, Nduk." Beberapa kali wanita renta itu terbatuk. Semua mata yang ada di ruangan itu menatap Kinan. Kinan...

Continue Reading

  • Share:

Penantian..

Februari 18, 2015
"Apa lagi yang sedang kau tunggu, Kinan? Umurmu sudah kepala tiga." "Kinan menunggu Kang Deni pulang, Mak." "Duh Gusti, Emakmu ini kan sudah tua, Nduk." "Apa yang harus Kinan lakukan, Mak?" "Emak pengen melihat kamu menikah, Nduk." Beberapa kali wanita renta itu terbatuk. Semua mata yang ada di ruangan itu menatap Kinan. Kinan...

Continue Reading

  • Share:

Siapa Lagi?

Februari 18, 2015
David menyeret tubuh Alya dari dalam rumahnya. "Kau busuk, David!" Alya menudingkan jemarinya ke arah David. Plaaak. Sebuah tamparan mendarat di wajah Alya. "Aku tak pernah menginginkan pernikahan ini." "Kau bisa menolaknya. Dan ini bukan sebuah penolakan yang dewasa." "Apa yang kau ketahui tentangku? Ha!!" "Aku tahu kau lelaki tak berperasaan." "Kau boleh...

Continue Reading

  • Share:

Aku takan berhenti, Ayah

Februari 17, 2015
Seorang laki-laki menarik lengan Anisa. Menyeretnya dengan paksa. "Apa yang sedang kau lakukan?." "Mengulanginya dari awal." Suara Nisa terdengar sangat parau. "Apa yang kau dapat dari seorang penulis? Berapa royalti yang bisa kau terima?." Lelaki itu meninggikan intonasi suaranya. "Mimpi bukan so'al seberapa besar yang bisa kita terima." "Lalu untuk apa kau masuk...

Continue Reading

  • Share:

Itulah yang Kusebut Cinta

Februari 17, 2015
“Kau tahu apa yang mengagumkan dari senja dan pagi, Fan?” Erland menghapus dua bening Kristal dari sudut mataku. “Mereka saling merindukan, tapi tak pernah memaksa untuk bisa disatukan.” “Itulah kenapa aku memilihnya.” “Jangan bandingkan aku denganya.” “Tentu tidak, aku tidak sedang membandingkan siapapun. Bukankah kau tadi meminta jawaban? “Katakan padaku.” “Dia tak pernah...

Continue Reading

  • Share:

Sepucuk Surat Untuk Ibu...

Februari 12, 2015
Ibu.. Ini kali pertama aku menuliskan sesuatu untukmu. Ini tak mudah karna aku harus menahan embun yang berdesakan di mataku. Bukan karna aku tak merindukanmu. Ini lebih karna aku tak bisa menahan rinduku. Ibu.. Demi mimpiku kau relakan aku jauh darimu. Memeluku lewat do'a yang kau terbangkan jauh sebelum fajar sempat menjemput senyumu....

Continue Reading

  • Share:

Ketik(a) Jarak......

Februari 12, 2015
(A)ku bertanya padamu kapan? Kapan kita akan bisa kembali menikmati makan malam bersama? Kapan kita bisa duduk berdua? Saling menggenggam, saling bertatapan, saling menguatkan. Kapan aku bisa kembali menikmati senyumu? Mendengar tawamu? Atau setidaknya melihat wajahmu. Bukan, bukan lewat foto-foto yang setiap hari kau kirimkan kepadaku. Bukan juga lewat kalimat-kalimat rindu yang kau...

Continue Reading

  • Share:

Aku Rindu, Teramat rindu

Februari 06, 2015
Aku tak ingin berbasa-basi. Aku juga tidak sedang menebarkan kalimat gombal untuk seseorang yang kusebut lelakiku. Ini beberapa baris kalimat untukmu : Aku tak tahu kalimat seperti apa lagi yang bisa mewakili sebagian dari hatiku. Aku rindu. Teramat rindu. Aku terdiam di sudut malam. Mengingatmu: tawamu, Senyumu, juga setiap bagian dari dirimu. Bayangmu...

Continue Reading

  • Share: