Kilau matanya meneduhkan. Jemarinya yang lentik memainkan kelopak mawar merah dalam genggamanya. Ada seulas senyum tersungging di bibirnya.
Entah mengapa gadis itu begitu istimewa. Beberapa hari terakhir namanya menjadi nama yang paling sering disebut oleh semua dokter spesialis di rumah sakit ini. Bukan karna parasnya yang anggun, juga bukan karena dia satu dari sekian banyak penulis hebat di negeri ini. Dia Laura, gadis pengidap penyakit paling langka di dunia. Neuromuskular, begitu kami para praktisi kesehatan menyebutnya. Penyakit yang mulai membatasi aktivitas Laura. Semua tulisanya terbengkalai. Studinya tertunda. Semua mimpi-mimpi Laura begitu saja terbang ke udara.
Sore itu. Aku berjalan menyusuri koridor rumah sakit tempat Laura dirawat. Aku tak menemukanya.
Seorang gadis dengan selang infus di tangan menari dalam diam bersama hujan. Titik gerimis satu persatu basahi wajah pucatnya. Tidak lama lagi Laura akan kehilangan segala kemampuanya. Menari, menulis, menghitung bahkan mungkin semua memorinya.
''Kemarilah, dokter.'' Seperti merasakan kehadiranku, Laura mengajaku bergabung denganya.
''Bagaimana kamu melakukan ini semua, Laura?''
Seharusnya tak perlu aku bertanya. Lagi-lagi senyuman meneduhkan yang dia persembahkan.
"Terimakasih, dokter. Bahkan suatu saat ketika aku tak lagi mampu berkata-kata. Nafasku terus mengucapkanya padamu."
Aku seperti ikut merasakanya. Setiap hembusan nafas yang kini menjadi jauh sangat berharga baginya. Laura yang malang.
Aku menggenggam erat jemarinya. Perubahan terjadi setiap hari. Awalnya kehilangan kemampuan menggerakan tangan dan kakinya, kemudian beberapa memori mengabur, juga satu hal yang sudah pasti, Laura kehilangan kemampuanya berbicara.
Laura kehilangan segalanya sebelum dia sempat membalas kalimat cinta yang ku ungkap padanya. Ini bukan hanya kasih seorang dokter kepada pasienya. Aku benar-benar mengaguminya. Mengagumi setiap senyum dalam tegar tatap matanya. Aku tahu sebenarnya diapun lelah. Dia ingin segera kembali.
Tetes bening kristal mengalir dari sudut mataku. Aku mengenal Laura setahun terakhir. Saat pihak rumah sakit menunjuku sebagai dokter pribadi Laura. Menangani penyakit langka yang di idapnya. Dan aku mulai menyukainya.
Sudah lama Laura menyadari perasaan apa yang kumilikii untuknya. Namun baginya, dia hanya bayangan maya. Aku takan mungkin bisa menggenggamnya. Dialah mawar berduri dalam hidupku. Baginya menaruh rasa untuk seseorang yang tak mungkin digenggam sama halnya dengan membiarkan orang lain mengorek luka di hati kita sendiri.
Tak ada yang lebih berharga baginya saat ini. Kecuali cinta yang bisa dia hembuskan dalam berat tarikan nafasnya.
Biru di kulit pucatnya semakin tak bisa ditutupi. Butiran bening air mata Laura membuat lebam luka dalam hatiku.
Laura tak lagi bersuara, tak lagi mampu bercerita ataupun menggoreskan penanya menjadi sebuah tulisan yang digandrungi para pembacanya.
Sorot matanya tak lagi tajam, namun tetap meneduhkan.
Aku tahu Laura sedang berkata-kata dalam heningnya. Menceritakan kisah pilunya pada dunia. Atau bahkan mungkin dia tak pernah lagi bercerita kepada siapapun?
Aku memandang wajah sayunya di antara temaram cahaya rembulan. Kecantikan sesungguhnya yang dia pancarkan.
“Apakah kau mulai lelah, Laura? Kau boleh berhenti sekarang jika kau sudah lelah. Kau tak perlu khawatir. Benda jahat dalam tubuhmu takan pernah mengikutimu.”
Aku merasa wajahku basah tersiram luka. Nafasku kian memburu, hatiku menyerukan nama gadis yang kini memejamkan mata dalam dekapanku. Aku tak ingin melihat ini lebih lama lagi.
“Pergilah, Sayang. Jemput mimpi indahmu.” Aku memejamkan mata lebih dalam lagi. Laura menatapku, bening matanya berkaca-kaca.
“Aku mencintaimu.”
Laura memejamkan matanya. Dua embun jatuh dari ujung mata indahnya.
Dia mawarku. Dia peri cintaku. Cinta pertamaku. Laura.
Laura telah meninggalkan ceritanya sendiri. Aku menuliskan setiap bagian dari kisahnya dalam buku pertamaku. Menggerakan jemariku di atas tuts keyboard menuruti kata hatiku.
Jemariku bergetar menirukan kegemaran Laura menghitung kelopak mawar yang tersisa pada tangkainya setiap hari. Seperti menantikan sesuatu yang sudah pasti.
Aku mengenangnya lewat mawar merah yang setiap hari ku beli. Mengajaknya bercerita setiap hari.
Masih sama seperti hari kemarin. Saat dia masih ada bersamaku. Saat hangat senyum dan hembusan nafas masih bisa kudengar, kan ku biarkan namanya bersemayam dalam hati.
Dialah jeda tanpa titik. Dialah awal tanpa akhir.
#KataSebuahNapas @KampusFiksi
Senja itu satu tahun yang lalu.
Kerudungnya menari. Ada embun dikedua mata indahnya. Disenja yang sama ditahun yang berbeda, aku kembali menemuinya. Gadis yang telah kucintai sejak tiga tahun yang lalu.
Seharusnya sudah sejak awal rasa ini tak pernah ada. Bagaimana aku bisa menyebut ini cinta saat tasbih ada dalam genggamanya sementara rosario masih terselip manis dalam jemariku.
Aku memilih pergi. Ada benteng yang begitu tinggi.
Tuhan kita sama, hanya kita yang membuatnya berbeda.
Bibirku tak mampu lagi mengucap kata. Hanya airmata bicara tanpa suara. Aku masih mencintainya dengan cara yang sama. Mengagumi caranya menghargai keyakinanku. Tuhanku. Aku menyukai setiap kata tanpa kesombongan dalam kalimat-kalimat yang diucapkanya.
Semoga kelak aku kembali. Tasbih dan rosario tak lagi jadi pembeda. Engkau tetap adalah gadisku.
123 kata #Fiksilaguku By @KampusFiksi
Backsound : Marcel-Peri Cintaku
Kerudungnya menari. Ada embun dikedua mata indahnya. Disenja yang sama ditahun yang berbeda, aku kembali menemuinya. Gadis yang telah kucintai sejak tiga tahun yang lalu.
Seharusnya sudah sejak awal rasa ini tak pernah ada. Bagaimana aku bisa menyebut ini cinta saat tasbih ada dalam genggamanya sementara rosario masih terselip manis dalam jemariku.
Aku memilih pergi. Ada benteng yang begitu tinggi.
Tuhan kita sama, hanya kita yang membuatnya berbeda.
Bibirku tak mampu lagi mengucap kata. Hanya airmata bicara tanpa suara. Aku masih mencintainya dengan cara yang sama. Mengagumi caranya menghargai keyakinanku. Tuhanku. Aku menyukai setiap kata tanpa kesombongan dalam kalimat-kalimat yang diucapkanya.
Semoga kelak aku kembali. Tasbih dan rosario tak lagi jadi pembeda. Engkau tetap adalah gadisku.
123 kata #Fiksilaguku By @KampusFiksi
Backsound : Marcel-Peri Cintaku
Tak ada kembang api. Tak ada sorak sorai gemerlap pesta taun baru. Sunyi. Tak ada tulisan harapan terpasang dimanapun. Aku meletakanya disini. Do'a-do'a indah kuterbangkan dalam sunyi. Tak ada lebih yang kuingini. Aku hanya ingin mengenal diriku kembali.
Semua masih sama. Sama seperti satu tahun yang lalu. Aku masih sendiri mengutuk sunyi.
Bagaimana kau meninggalkanku tepat saat pesta tahun baru?
Kau yang dulunya manis berubah menjadi begitu beku. Meski aku tahu tatap matamu mengisyaratkan cinta yang dalam untuku. Kau memilih gadis itu. Gadis yang kau sebut sebagai bagian dari masalalumu.
Tentu kau memilihnya. Aku tak perlu bertanya, aku sudah tahu jawabanya. Gadis manis yang mirip salah satu aktris ternama di negeri ini. Dia memiliki segalanya. Wajahnya yang cantik, prestasi yang gemilang, ijasah s2 yang dia miliki. Jauh dari aku yang saat ini.
Kau bilang kau ingin menemaniku menapaki tangga-tangga kehidupan, tapi kini aku melihat kau meninggalkanku jauh dipuncak keberhasilan. Kau menatapku tak ada arti. Kau tahu bagaimana rasanya jadi aku? Tentu tidak. Kau tak pernah merasakan bagaimana rasanya direndahkan. Kau tak pernah merasakan bagaimana rasanya dihempaskan saat kau mulai menapaki satu demi satu tangga yang dibuat Tuhan. Kau hanya melihatku yang begitu terluka dari kejauhan. Melupakan semua janji dan mimpi yang pernah kita bangun bersama. Kau begitu keji.
Hari itu setahun yang lalu.
Kau bersumpah takan pernah kembali padaku. Kau bersumpah akan mendapatkan gadis yang lebih baik dariku. Apakah kau bersungguh-sungguh?
Tak apa, hari ini aku mungkin sudah mulai memaafkan segalanya. Kalimat menyakitkan yang keluar dari mulutmu. Juga janji-janji indah yang kau bisikan kepadaku. Aku berharap bisa melupakan segalanya juga. Segera.
Sesaat setelah kubaca namanu di kartu undangan yang kau kirim padaku. Aku berdo'a dialah gadis terbaik yang kau inginkan itu.
Aku berharap sejuta kilau cahaya malam ini mengaminkan do'aku.
FF2in1 @nulisbuku
Semua masih sama. Sama seperti satu tahun yang lalu. Aku masih sendiri mengutuk sunyi.
Bagaimana kau meninggalkanku tepat saat pesta tahun baru?
Kau yang dulunya manis berubah menjadi begitu beku. Meski aku tahu tatap matamu mengisyaratkan cinta yang dalam untuku. Kau memilih gadis itu. Gadis yang kau sebut sebagai bagian dari masalalumu.
Tentu kau memilihnya. Aku tak perlu bertanya, aku sudah tahu jawabanya. Gadis manis yang mirip salah satu aktris ternama di negeri ini. Dia memiliki segalanya. Wajahnya yang cantik, prestasi yang gemilang, ijasah s2 yang dia miliki. Jauh dari aku yang saat ini.
Kau bilang kau ingin menemaniku menapaki tangga-tangga kehidupan, tapi kini aku melihat kau meninggalkanku jauh dipuncak keberhasilan. Kau menatapku tak ada arti. Kau tahu bagaimana rasanya jadi aku? Tentu tidak. Kau tak pernah merasakan bagaimana rasanya direndahkan. Kau tak pernah merasakan bagaimana rasanya dihempaskan saat kau mulai menapaki satu demi satu tangga yang dibuat Tuhan. Kau hanya melihatku yang begitu terluka dari kejauhan. Melupakan semua janji dan mimpi yang pernah kita bangun bersama. Kau begitu keji.
Hari itu setahun yang lalu.
Kau bersumpah takan pernah kembali padaku. Kau bersumpah akan mendapatkan gadis yang lebih baik dariku. Apakah kau bersungguh-sungguh?
Tak apa, hari ini aku mungkin sudah mulai memaafkan segalanya. Kalimat menyakitkan yang keluar dari mulutmu. Juga janji-janji indah yang kau bisikan kepadaku. Aku berharap bisa melupakan segalanya juga. Segera.
Sesaat setelah kubaca namanu di kartu undangan yang kau kirim padaku. Aku berdo'a dialah gadis terbaik yang kau inginkan itu.
Aku berharap sejuta kilau cahaya malam ini mengaminkan do'aku.
FF2in1 @nulisbuku
Penulis? Pernah nggak sih kalian ngebayangin jadi penulis besar yang punya banyak buku karya sendiri? Waah.. Ketinggian ya? Atau paling nggak pernah nggak sih kalian pengeeen banget suatu saat buku kalian mejeng di toko buku. Aduh itu aku banget. Tapi aku rasa mimpi semua penulis hampir sama. Punya buku yang disukai banyak orang.
Gini nih perjalanku hingga aku jadi suka nulis sampai sekarang.
Bagiku menulis itu bukan pekerjaan. Tapi menulis itu sebuah kesenangan. Pernah ngerasain kan pas kalian iseng-iseng nulis trus temen kalian nyeletuk "Tulisanya keren ih. Kenapa nggak jadi penulis aja?" Itu rasana kayak diterbangkan kemanaa gitu. Ah lebay banget ya.
Tapi emang bener loh. Pas orang tua sendiri ngedukung penuh hobby nulisku semangatku tambah menggebu loh. Meski kritikan pedas juga tetap harus diterima.
Jadi penulis itu nggak gampang. Banyaknya saingan. Banyak penulis-penulis lain yang tulisanya jauh lebih hebat kadang bikin minder. Apalagi selama ini semua hasil tulisan cuma disimpen rapi dalem folder laptop.
Sampe akhirnya beberapa bulan yang lalu seorang teman ngasih tau tentang Nulisbuku. Setelah browsing dan cari-cari info nih tertarik juga. Meski beberapa kali ngebatalin buat upload naskah dengan alasan nggak percaya diri. Eh ini bukan rahasia lagi loh. Nggak cuma aku kok yang ngalamin itu. Kadang mikir "Ada nggak ya yang mau baca tulisanku?" "Ah ntar malah malu kalo orang menilai tulisanku jelek." Dan blablabla yang lain.
Naskahku ada banyak tapi nggak pernah sekalipun nyoba masukin ke penerbit. Mikirnya bakal sakit hati kalau pada akhirnya naskah ditolak. Tapi Nulisbuku ngasih kesempatan untuk siapapun buat mewujudkan mimpi menjadi seorang penulis. Sempet keteteran karna kadang pulang kantor, udah capek eeh tiba-tiba nemu inspirasi buat dijadiin cerita. Kadang pas liburan, banyak waktu luang nulis jadi nggak jelas banget. Pas lagi semangat-semangatnya nulis tiba-tiba laptop rusak. Aduh mesti mutar otak buat nyelesein naskah ini. Sempet minjem laptop adik sendiri buat mindah semua data dan nge design sampul asal-asalan yang bakal jadi sampul novel pertamaku. Kadang jari juga harus keriting, pas tiba-tiba nemu inspirasi ditengah perjalanan dan cuma ada ponsel. Aku juga sempet bosen sama naskahku sendiri, karna bolak-balik baca buat mastiin kalo naskahku udah layak dibaca oleh umum. Ternyata nggak ribet. Dan setelah naskah terupload lega loooh.. Finally aku nerbitin buku juga.
Buat kalian yang mau nerbitin buku tapi pikiran masih maju mundur. Nggak usah ragu lagi. Ayok mulai wujudkan mimpi-mimpi kalian. Jadi penulis itu bukan soal seberapa besar royalti yang bisa diterima. Tapi soal seberapa banyak orang yang bisa menikmati karya kita. Pokoknya ulet, pede aja lagi selera orang kan beda-beda boleh jadi ada orang yang nggak suka sama tulisan kita tapi yang suka banyak juga kok.
Oh yap. Say thanks buat Nulisbuku yang bakal jadi penerbit pertama yang nerbitin bukuku. Kritik dan saran untuk lebih baik di naskah selanjutnya. :)
Banyak orang yang sebenarnya punya potensi buat menulis tapi karna nggak pede akhirnya tulisanya terbengkalai begitu saja.
Aku lagi nulis buku selanjutnya nih.. Doakan terbit lagi ya :)
With ♡
Sekar
Gini nih perjalanku hingga aku jadi suka nulis sampai sekarang.
Bagiku menulis itu bukan pekerjaan. Tapi menulis itu sebuah kesenangan. Pernah ngerasain kan pas kalian iseng-iseng nulis trus temen kalian nyeletuk "Tulisanya keren ih. Kenapa nggak jadi penulis aja?" Itu rasana kayak diterbangkan kemanaa gitu. Ah lebay banget ya.
Tapi emang bener loh. Pas orang tua sendiri ngedukung penuh hobby nulisku semangatku tambah menggebu loh. Meski kritikan pedas juga tetap harus diterima.
Jadi penulis itu nggak gampang. Banyaknya saingan. Banyak penulis-penulis lain yang tulisanya jauh lebih hebat kadang bikin minder. Apalagi selama ini semua hasil tulisan cuma disimpen rapi dalem folder laptop.
Sampe akhirnya beberapa bulan yang lalu seorang teman ngasih tau tentang Nulisbuku. Setelah browsing dan cari-cari info nih tertarik juga. Meski beberapa kali ngebatalin buat upload naskah dengan alasan nggak percaya diri. Eh ini bukan rahasia lagi loh. Nggak cuma aku kok yang ngalamin itu. Kadang mikir "Ada nggak ya yang mau baca tulisanku?" "Ah ntar malah malu kalo orang menilai tulisanku jelek." Dan blablabla yang lain.
Naskahku ada banyak tapi nggak pernah sekalipun nyoba masukin ke penerbit. Mikirnya bakal sakit hati kalau pada akhirnya naskah ditolak. Tapi Nulisbuku ngasih kesempatan untuk siapapun buat mewujudkan mimpi menjadi seorang penulis. Sempet keteteran karna kadang pulang kantor, udah capek eeh tiba-tiba nemu inspirasi buat dijadiin cerita. Kadang pas liburan, banyak waktu luang nulis jadi nggak jelas banget. Pas lagi semangat-semangatnya nulis tiba-tiba laptop rusak. Aduh mesti mutar otak buat nyelesein naskah ini. Sempet minjem laptop adik sendiri buat mindah semua data dan nge design sampul asal-asalan yang bakal jadi sampul novel pertamaku. Kadang jari juga harus keriting, pas tiba-tiba nemu inspirasi ditengah perjalanan dan cuma ada ponsel. Aku juga sempet bosen sama naskahku sendiri, karna bolak-balik baca buat mastiin kalo naskahku udah layak dibaca oleh umum. Ternyata nggak ribet. Dan setelah naskah terupload lega loooh.. Finally aku nerbitin buku juga.
Buat kalian yang mau nerbitin buku tapi pikiran masih maju mundur. Nggak usah ragu lagi. Ayok mulai wujudkan mimpi-mimpi kalian. Jadi penulis itu bukan soal seberapa besar royalti yang bisa diterima. Tapi soal seberapa banyak orang yang bisa menikmati karya kita. Pokoknya ulet, pede aja lagi selera orang kan beda-beda boleh jadi ada orang yang nggak suka sama tulisan kita tapi yang suka banyak juga kok.
Oh yap. Say thanks buat Nulisbuku yang bakal jadi penerbit pertama yang nerbitin bukuku. Kritik dan saran untuk lebih baik di naskah selanjutnya. :)
Banyak orang yang sebenarnya punya potensi buat menulis tapi karna nggak pede akhirnya tulisanya terbengkalai begitu saja.
Aku lagi nulis buku selanjutnya nih.. Doakan terbit lagi ya :)
With ♡
Sekar
Sebenarnya tak perlu kujelaskan panjang lebar disini. Intinya tetap satu-Kamu. Aku sungguh tak mengerti bagaimana cara kerja hati. Rindu ini menggelitik justru sesaat setelah kita bertemu. Ah ternyata ini bukan hanya tentang kamu. Tapi ini juga so'al rindu.
Kadang ketika seharusnya aku lelap, aku justru tersedu. Mengingatmu. Merindumu. Kau takan tahu betapa menyesakan itu. Kau hanya tau bagaimana cara menabur rindu. Tanpa pernah mau belajar menyapu serpihanya dihatiku.
Harusnya ini tentangmu. Tentang candamu. Tentang tawamu. Tentang hangat senyumu. Tapi ini justru tentang malamku. Sepiku. Hariku. Tanpamu.
Kau disana! Apakah merasakan apa yang kurasa? Sesaknya rindu. Gigilnya sepi.
Jika seandainya ku ungkap ini padamu. Apakah kau akan percaya padaku??
Aku benar-benar tak bisa enyahkan bayangmu sekejappun dari pelupuk mataku. Hatiku tak pernah lelah mengingatmu. Membisikan namamu dalam do'a-do'a indah di dua pertiga malamku. Aku sungguh ingin kamu.
Iya. Menginginkanmu disini. Mengisi kekosongan hati. Meleburkan mimpi. Membasuh lara. Aku hanya ingin kamu.
Jika aku bisa menuliskan argumenku disini, aku hanya ingin semua orang tahu. Cinta tak melulu tentang bertemu dan bersama. Coba lihatlah bahkan disaat aku tak bisa bertemu denganmu aku masih bisa menerbangkan kalimat-kalimat indah sebagai do'a, atau menarikan jemariku diatas tuts keyboard merangkai sajak indah tentangmu. Iya bukan?
Lalu sekarang, lakukan yang sedang kau tuju. Tak usah khawatir. Aku percaya Tuhan sedang menyiapkan waktu terbaik untuk kita.
Pernah suatu malam aku meminta kepada Tuhanku. Sesuatu yang pasti itu tentangmu. Tentang kita. Lucu. Kau boleh menertawakanku jika kau mau. Aku memang lucu sejak aku memutuskan untuk mencintaimu.
Banyak hal yang tak pernah ku lakukan sebelumnya, seperti: menanti.
Aku menanti kabarmu setiap hari. Aku menanti pesan-pesan singkat darimu setiap waktu. Aku menanti. Kapan kau akan memberiku satu kepastian rasa?
Asal kau tahu.
Hanya kamu. Setiap lirik dalam lagu-lagu cinta yang ku nyanyikan.
Tetap kamu. Setiap baris dalam tulisan-tulisanku.
Masih untukmu. Air mata kerinduan yang kumiliki.
Akan tetap kamu. Bait-bait indah do'a ku.
Aku menantimu. Menemuiku dengan janji indah cintamu. Dipenghujung lelahku. Aku menantimu.
Kadang ketika seharusnya aku lelap, aku justru tersedu. Mengingatmu. Merindumu. Kau takan tahu betapa menyesakan itu. Kau hanya tau bagaimana cara menabur rindu. Tanpa pernah mau belajar menyapu serpihanya dihatiku.
Harusnya ini tentangmu. Tentang candamu. Tentang tawamu. Tentang hangat senyumu. Tapi ini justru tentang malamku. Sepiku. Hariku. Tanpamu.
Kau disana! Apakah merasakan apa yang kurasa? Sesaknya rindu. Gigilnya sepi.
Jika seandainya ku ungkap ini padamu. Apakah kau akan percaya padaku??
Aku benar-benar tak bisa enyahkan bayangmu sekejappun dari pelupuk mataku. Hatiku tak pernah lelah mengingatmu. Membisikan namamu dalam do'a-do'a indah di dua pertiga malamku. Aku sungguh ingin kamu.
Iya. Menginginkanmu disini. Mengisi kekosongan hati. Meleburkan mimpi. Membasuh lara. Aku hanya ingin kamu.
Jika aku bisa menuliskan argumenku disini, aku hanya ingin semua orang tahu. Cinta tak melulu tentang bertemu dan bersama. Coba lihatlah bahkan disaat aku tak bisa bertemu denganmu aku masih bisa menerbangkan kalimat-kalimat indah sebagai do'a, atau menarikan jemariku diatas tuts keyboard merangkai sajak indah tentangmu. Iya bukan?
Lalu sekarang, lakukan yang sedang kau tuju. Tak usah khawatir. Aku percaya Tuhan sedang menyiapkan waktu terbaik untuk kita.
Pernah suatu malam aku meminta kepada Tuhanku. Sesuatu yang pasti itu tentangmu. Tentang kita. Lucu. Kau boleh menertawakanku jika kau mau. Aku memang lucu sejak aku memutuskan untuk mencintaimu.
Banyak hal yang tak pernah ku lakukan sebelumnya, seperti: menanti.
Aku menanti kabarmu setiap hari. Aku menanti pesan-pesan singkat darimu setiap waktu. Aku menanti. Kapan kau akan memberiku satu kepastian rasa?
Asal kau tahu.
Hanya kamu. Setiap lirik dalam lagu-lagu cinta yang ku nyanyikan.
Tetap kamu. Setiap baris dalam tulisan-tulisanku.
Masih untukmu. Air mata kerinduan yang kumiliki.
Akan tetap kamu. Bait-bait indah do'a ku.
Aku menantimu. Menemuiku dengan janji indah cintamu. Dipenghujung lelahku. Aku menantimu.