Dua hari setelah hari itu kita seperti terbawa arus perasaan kita sendiri. Aku yang masih berjuang menepikan rasaku dan kamu entah apa yang bergelayut sendu dalam matamu. Aku hanya tak ingin lebih lama lagi melihat adegan omong kosong di hatiku. Namun gejolak yang ada dibagian hatiku yang lain tak pernah memadam. Sebenarnya semua masih sama. Kau bilang kau bahagia bukan?? Lalu kenapa aku merasa kau sedang berdusta?? Ada apa sebenarnya? Mata sendu itu kian mengharu. Ada genangan menganak sungai saat kau menatap mataku sore itu. Aku sungguh tak bisa membaca apapun dari sana. Hanya rasa ini kian membiru. Hari-hari yang telah lama kau nanti akan segera tiba. Namun matamu semakin membuatku ragu. Entahlah mengapa aku begitu yakin kau tengah berdusta dengan perasaanmu. Apakah gadis itu melukaimu? Pertanyaan itu muncul bergantian dengan pertanyaan tolol lainya. Aku tak bisa melakukan apapun selain tersenyum berusaha menguatkan langkahmu. Aku ada disampingmu. Akulah gadis yang tak pernah kau lihat. Aku gadis yang tak pernah kau coba baca perasaanya. Aku berulang kali terluka dan kamu? Kau masih saja penuh rahasia. Seandainya saat itu kau mengijinkan aku mengintai ke dasar hatimu. Ingin sekali aku tau apa yang sedang terjadi disana. Mengapa gemuruh itu serasa aku mendengarnya. Meski aku bukan siapa-siapa. Ya aku bukan siapa-siapa. Dan hari-hari setelah itu membuatku kian meragu.
Aku mulai menulis lagi. Berbaris cerita tanpa namamu disana. Penaku menari bersama basah bayangmu dipelupuk mata. Aku tau rasa ini tak pantas ada. Harusnya sudah sejak rasa ini hadir aku mencegahnya. Membawa pergi hatiku yang harus terluka mendengar nama gadis itu kau sebut. Seharusnya aku tak harus terluka, jika saja dihari pertama aku kembali bekerja tak ku dengar rencana pernikahanmu. Kau yang biasanya diam penuh rahasia hari itu menjadi begitu ceria. Kau menyapaku ramah, bercerita tentang kekasihmu padaku. Kau tau?? Aku berharap kau akan menanyakan kabarkku setelah sebulan tak bertemu. Tapi ternyata harapanku patah. Jangankan bertanya kabar, melihat balutan luka di keningku pun kau tak peduli. Ah kini tak hanya tubuhku yang terluka, jauh didalam sana ada yang meronta karna menahan luka. Ya hatiku.
Ceritamu pagi itu membuatku bertekad tetap menjadikanmu rahasia dalam setiap baris kalimat-kalimatku. Jika engkau tau engkaulah senjaku itu apakah kau akan mencoba melihatku sebentar saja??
Beberapa detik saja dalam hidupmu, lihat aku, temukan aku lewat bening matamu. Oh Tuhan betapa beruntungnya gadis itu. Aku tak mampu lagi menerjemahkan apa yang tengah aku rasakan saat itu. Aku hanya tau satu hal. Aku mencintaimu. Ntah rasa ini bisa di sebut cinta atau bukan. Aku tak tau. Aku bahkan tak tau seperti apa cinta itu. Gadis yang kau sebut namanya itu, bagaimana dia bisa menjadi begitu membunga di pelupuk matamu? . Kau bilang kau mengenalnya sejak SMA?? Itu jelas 6 tahun yang lalu. Pantaslah jika kau begitu bersemangat menceritakan rencana pernikahanmu itu. Satu lagi. Mulai saat ini aku harus menghapusmu.
Ceritamu pagi itu membuatku bertekad tetap menjadikanmu rahasia dalam setiap baris kalimat-kalimatku. Jika engkau tau engkaulah senjaku itu apakah kau akan mencoba melihatku sebentar saja??
Beberapa detik saja dalam hidupmu, lihat aku, temukan aku lewat bening matamu. Oh Tuhan betapa beruntungnya gadis itu. Aku tak mampu lagi menerjemahkan apa yang tengah aku rasakan saat itu. Aku hanya tau satu hal. Aku mencintaimu. Ntah rasa ini bisa di sebut cinta atau bukan. Aku tak tau. Aku bahkan tak tau seperti apa cinta itu. Gadis yang kau sebut namanya itu, bagaimana dia bisa menjadi begitu membunga di pelupuk matamu? . Kau bilang kau mengenalnya sejak SMA?? Itu jelas 6 tahun yang lalu. Pantaslah jika kau begitu bersemangat menceritakan rencana pernikahanmu itu. Satu lagi. Mulai saat ini aku harus menghapusmu.