Surat Terbuka untuk Calon Suamiku

By Sekar Setyaningrum - April 29, 2015

Dariku, wanita yang merindukanmu sejak dulu.

Sedang apakah dirimu duhai lelakiku?

Aku tahu, tak banyak waktu yang bisa kita habiskan bersama saat ini. Kita bukan pasangan yang menghabiskan malam minggu di cafe bergaya romantis dengan secangkir kopi yang harganya luar biasa tinggi. Bukan pula sepasang kekasih yang bisa bertukar kabar setiap waktu.

Aku dan kamu adalah kita yang masih sibuk di balik meja kerja masing-masing. Memperjuangkan mimpi yang kelak menjadi milik kita. Menanti kabar gembira yang akan Tuhan sampaikan kepada kita.

Aku bahkan berani bertaruh jika kau seringkali tega membunuh bayanganku yang sekelebat hadir di sela kesibukanmu. Aku memang tak kuasa angkat bicara so'al itu. Bagaimanapun aku hanya bisa meyakini jika kau adalah lelaki yang tengah dipersiapkan Tuhan untukku. Aku tahu dan aku memaklumi itu.

Kau mungkin heran sepagi ini dan aku sudah berbicara so'al rindu. Iya. Ini mungkin terlalu pagi bagimu untuk membaca kalimat-kalimat rindu. Namun bagiku merindukanmu tak kenal waktu, kau hadir lewat do'a yang kurapalkan dari fajar hingga ujung malamku. Kau juga nama yang kuperbincangkan denganNya di dua pertiga malamku.

Duhai calon suamiku, aku tahu kau juga sedang sibuk menata masa depan. Memperbaiki diri untuk segera menemuiku. Menjemputku dengan satu ikatan suci. Aku sungguh tak sabar menanti saat itu tiba, saat di mana mata kita saling beradu kemudian dengan penuh cinta kau katakan jika akulah muara dari pencarian dan petualanganmu.

Pernahkah terfikir olehmu? Aku akan menjadi wanita yang kau kecup keningnya sesaat sebelum kau memulai perjuanganmu? Menjadi wanita yang tak pernah bosan menyambutmu dengan senyuman saat wajah lelahmu muncul dari balik pintu?

Aku tak pernah berjanji untuk bisa menjadi yang selalu membahagiakanmu, namun aku berjanji untuk terus memperbaiki diri.

Kau harus mengenalku, kekasihku. Mengenal calon istri yang tak pernah bosan menerbangkan asa di dinding harapnya. Itu aku. Wanita dengan seribu cela, wanita yang jauh dari kata sempurna. Aku hanyalah wanita biasa, yang bercita-cita menapaki tangga surga bersamamu. Wanita yang akan selalu membutuhkan nasehat dan bimbinganmu.

Aku bukanlah koki hebat yang bisa membuatkanmu masakan ternikmat, tapi aku akan berusaha untuk selalu membuatkan sarapan untukmu, menunggumu menikmati makan malam dalam meja yang sama, juga membuatkan makanan kesukaanmu.

Aku mungkin akan lebih cerewet setelah kita bersama. Aku akan sering memprotes kebiasaanmu yang tak kusukai. Saat kau meletakkan baju kotor sembarangan atau berjalan di atas lantai yang baru saja kubersihkan. Namun aku adalah wanita yang tak akan pernah bosan melakukan itu bersamamu.

Jika kelak keras kepalaku menyakiti perasaanmu maka peluklah aku, ingatkan aku siapa hakikatnya diriku. Calon istrimu ini bukan seseorang yang pandai memahamimu dalam segala hal. Dan jika suatu saat kau ingin pergi, maka ingatlah, Tuhan tak pernah merestui sebuah hubungan suci jika bisa dengan mudah diakhiri.

Ingatlah, Kita pernah saling mencari sebelum pada akhirnya saling menemukan. Kita pernah berada dalam titik sabar tertinggi sebelum pada akhirnya Tuhan mempersatukan.

Aku tak ingin berpanjang lebar dalam suratku kali ini. Aku takut kau bosan saat membacanya. Satu pertanyaanku, bersediakah kau menghabiskan senja bersamaku? Menjadikanku wanita terhormat yang mengandung anak dari benihmu?

Jika kau bersedia, berjanjilah padaku untuk tetap berada di sisiku kelak. Bersama memintal benang surga dalam rumah kita, menjadi madrasah bagi putra putri kita. Tak peduli seberapa besar badai goyahkan bahtera kita. Kita akan selalu menemukan jalan untuk tetap bersama.

Jika kau bersedia, akan kudampingi kau sampai surga.
Priaku, aku berharap kau membaca surat ini, surat yang khusus kutulis untukmu.


Sampai jumpa di waktu yang memang dijanjikan Tuhan untuk kita,


Calon istrimu


  • Share:

You Might Also Like

0 komentar