Surat Untuk Seorang Sahabat,

By Sekar Setyaningrum - April 20, 2015

Surat untuk seorang sahabat,

Maafkan aku untuk melupakan kapan dan di mana pertama kali kita bertemu. Entahlah, aku hanya ingin menuliskan surat ini untukmu. Untuk wanita kedua yang ku kagumi setelah ibuku.

Aku tak tahu bagaimana awalnya hingga kita sekarang bisa sedekat ini.

Ah iya, aku ingat, dulu, beberapa tahun yang lalu. Kau menyelamatkan aku dari cinta palsu seorang lelaki. Kau mengatakan sebuah kebenaran kepadaku, tentang penghianatannya. Aku tak ingin melibatkanmu lebih jauh waktu itu, tapi kau bersikeras mengatakan kebenaran , tak peduli kau dimaki olehnya, yang waktu itu (masih menjadi) kekasihku.

Setelah kejadian itu, aku tak pernah lagi tahu kabarmu. Di mana keberadaanmu dan apapun tentang dirimu. Aku tak pernah tahu apa yang sebenarnya terjadi padamu. Maafkan aku untuk tak berada di sisimu waktu itu.

Tiga tahun yang lalu, entah bagaimana caranya juga Tuhan membuatku mengenalmu kembali. Mengenalmu sebagai sosok yang berbeda dari yang ku kenal sebelumnya. Usia kita jelas sama, tapi kau tampak jauh lebih dewasa dariku. Kau selalu ada untukku, menyeka air mata, membasuh luka, dan berbagi tawa bersama. Tanpa pernah aku tahu betapa kejam masa lalu merobek hatimu, menghancurkan mimpi-mimpimu.

Tuhan itu sungguh adil, memberikan ujian berat untuk orang yang Dia tahu pasti mampu. Kamu, ah betapa tegarnya dirimu. Aku bahkan menangis ketika mendengar penuturanmu.

Aku mencaci makhluk yang kita sebut lelaki, aku memaki, aku marah. Bagaimana bisa lelaki itu menyakiti ketulusanmu? Bagaimana mungkin orang sepertimu menjadi pantas untuk dikhianati? Tapi kau selalu bilang, Tuhan sedang menyiapkan masa depan yang mantap untukmu, untuk buah hatimu.

Aku tak pernah membayangkan bagaimana rasanya menjadi dirimu. Bekerja, membesarkan putramu, mencoba sekuat mungkin berjalan di atas pedih luka masa lalu. Aku kira itu bukan hal mudah untuk bisa kau lalui, tapi sekalipun aku tak pernah melihat air mata menggenang di sana. Yang aku lihat adalah ketegaran, kedewasaan, juga kekuatan.

Ya Tuhan aku bahkan bergidik ketika menuliskan ini.

Kau membuatku belajar banyak hal. Patah hati, rasa sakit dan penghianatan yang ku alami tak seberapa pedih jika dibanding dengan nestapa yang pernah kau alami. Aku merasa begitu kecil, begitu lemah ketika aku melihat kau bahkan masih bisa tertawa setelah segalanya terjadi.

Aku tahu kadang kau juga lelah, kau juga ingin seseorang membasuh luka-lukamu, aku juga tahu, kau sering tersungkur di sudut gelap kamarmu. Mengakulah! Aku akan mendengar segala keluh kesahmu, aku akan terus memelukmu melalui do'a yang ku rapalkan untukmu.

Kita akan berjalan bersama, menemukan akhir yang kita sebut bahagia, menemukan jalan untuk mengobati satu persatu luka yang pernah kita terima.

Sahabatku, genggamlah tanganku, saling menguatkan dalam setiap langkah. Percayalah padaku, kita akan tertawa bersama, suatu saat nanti.

Kau tahu? Kesetiaan adalah sesuatu yang ku junjung tinggi saat ini.
Kesetiaan adalah hal berharga tanpa lebel harga. Kesetiaan adalah wujud harga diriku. Kau mengajarkanku akan itu. Tak peduli seberapa perih rasanya di khianati, kesetiaan yang terjaga di atas kepalsuan adalah harga tertinggi.

Terima kasih untuk selalu ada, terima kasih untuk semua pelajaran berharga.

Kau, wanita kedua yang ku kagumi setelah ibuku.

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar