Tentang Listy, Sahabatku

By Sekar Setyaningrum - April 12, 2015

Teruntuk seorang sahabat,

Aku merindukanmu, lebih dari itu; aku merindukan kita. Maukah kau hadir dalam mimpiku malam ini? Aku ingin berbagi kisah denganmu.
Sore itu, kau pergi tanpa sempat berpamitan denganku, tanpa sempat mengucapkan selamat tinggal. Kamu tak pernah melihat betapa aku sangat kehilanganmu.

Aku masih mengingat setiap detail kebersamaan kita; sepatu hak yang menyusahkan, paman pentol baik hati, 'tempat sampah' depan perpustakaan, game di lab akuntansi, kelas akuntansi perbankan yang menyebalkan juga buku-buku pelajaran yang sengaja ku tulis sebagai kursus akuntansi khusus untukmu. Kau ingat? Kau bahkan belum membayarku untuk itu.

Kau selalu memasang tampang paling menyebalkan saat perjuanganmu mengerjakan tugas berakhir pada harus meminta bantuanku. Kadang kau bahkan menangis karena itu. Satu hal, kau tak pernah mau menyalin pekerjaanku. Aku merindukan semua itu.

Kau tahu? Aku rindu saat-saat dimana kita menghabiskan malam untuk saling berbagi cerita, saat kita belajar memasak bersama, saat kita berbincang tentang mimpi-mimpi kita, juga momen saat kamu menjadi sangat menyebalkan bagiku.

Kau memilih kuning sebagai warna kesukaanmu, dan aku menggilai warna ungu. Kita pernah bertukar jam tangan, kau ingat? Aku masih menyimpan jam tangan kuningmu, aku menyukainya.

Hari itu, hari paling bahagia untuk kita. Ketika pada akhirnya kata 'Lulus' menjadi penebus segala perjuangan kita. Aku dan kamu saling berpelukan, menangis, tertawa, bergembira. Ah, momen yang selalu aku rindukan.

Kau berjanji padaku untuk tetap memberiku kabar, untuk tetap menemuiku setiap bulan, lalu kenapa Tuhan membuat kau melupakan semua itu?

"Kamu sahabat terbaik yang pernah ku miliki, kau pintar, kau cantik, kau memiliki segalanya. Aku iri padamu, kau tahu? Aku pernah ingin sekali menjadi sepertimu." Kau menghapus air mataku.

"Aku janji, aku akan tetap menjadi sahabat terbaikmu. Tetap menghubungimu, rutin menemuimu, hmm?? Kita akan bertemu lagi secepatnya." Kau berkata mantap.

Aku memelukmu sekali lagi.

Sore itu kau mengajakku menemanimu berbelanja, memintaku memilihkan baju panjang dan kerudung untukmu. Kau bilang, kau akan belajar istiqomah berhijab.

(Ah Tuhan, hidayah macam apa yang Kau berikan untuknya? )

Aku memakaikan kerudung merah muda untukmu, kau terlihat begitu anggun. Kita bersama-sama melihat pantulan bayanganmu di cermin. Kau sangat cantik malam itu. Sayang tak satupun momen itu sempat kita abadikan.

Tak pernah ku sangka, itu menjadi momen terkahir kebersamaan kita. Beberapa hari setelah hari itu, kekasihmu menghubungiku. Memberikan kabar yang tak pernah ku sangka hingga hari ini, kabar jika kau tlah tiada. Aku menyumpah, aku mengumpat, aku memaki kekasihmu, maafkan aku. Aku sama sekali tak percaya dengan apa yang ku dengar, kau tak mungkin pergi secepat itu. Kau bahkan belum memenuhi semua janjimu kepadaku.

Tak ada yang datang selain untuk pergi, bukankah begitu?

Aku tak bisa mencegah kepergianmu, kau hanya perlu tahu, aku mencintaimu hingga hari ini.
Beberapa hari terakhir aku selalu mengingatmu, aku lupa belum berterimakasih padamu.

Terimakasih Listy, terimakasih untuk tak pernah bosan memakaikan dasi setiap pagi.

Terimakasih untuk selalu memaklumi kebiasaan anehku.

Terimakasih untuk tiga tahun yang kita habiskan bersama.

Terimakasih untuk selalu menguatkanku. Untuk bahu yang tak pernah lelah menopangku. Untuk pelukan yang selalu menenangkanku.

Juga maafkan aku,

Maaf untuk semua kekesalan yang kubuat kepadamu.

Maaf untuk tingkah jailku.

Maaf untuk membuatmu menangis karena kisah yang kubagikan denganmu. Maaf untuk air mata yang tak kunjung terhenti ketika aku mengingatmu.

Maaf. Juga untuk tidak berada di sampingmu malam itu. Aku sangat menyesal membiarkanmu kesakitan sendiri. Harusnya aku ada, menggenggam jemarimu dan meyakinkanmu jika kau mampu. Meski bukan kuasaku untuk menahan kepergianmu.

Aku mencintaimu, Listy. Sangat.

Teman-teman yang mengenalmu, akan merindukanmu juga ketika membaca tulisan ini. Bahkan mantan kekasihmu. Aku yakin.

Akankah kau menitip salam untuk mereka? Kau juga merindukan mereka, kan? Aku tahu.

Maka datanglah malam ini dalam mimpiku, peluklah aku sejenak, kau paling mahir menghilangkan duka gelisahku. Lakukan lagi malam ini untuku, Listy.

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar