Tanpa Judul

By Sekar Setyaningrum - Mei 06, 2015

Hari ini aku teramat merindukanmu,

Aku merindukan sapaanmu di ujung telepon. Aku merindukan emotikon titik dua bintang di ujung percakapan kita. Aku merindukan kebiasaan kita saling berkirim gambar. Aku memang sedang merindukan segala sesuatu tentangmu.

Kau tak pernah tau seberapa sering aku bahagia semenjak aku mengenalmu. Aku lebih sering tersenyum sejak kau hadir dalam hidupku. Lebih dari yang kau tahu, aku sangat bahagia.

Aku menghabiskan waktu senggangku untuk menatap layar ponsel. Berharap sapaanmu akan kembali melukis senyum di bibirku. Setiap hari, kuhabiskan waktuku untuk memikirkanmu. Membayangkan momen saat kita bertemu.

Kadang aku merasa lucu, saat kuingat bagian awal perkenalan kita. Kau tak banyak bicara, kau lebih sering mendengarkan. Kau dengarkan segala keluh kesahku tentang kisah masa lalu. Kau juga yang membuatku kembali bisa terbang dengan satu sayapku.

Aku mulai jatuh hati padamu.

Tuhan memang selalu punya cara untuk bisa membuatku bahagia. Seperti saat Dia melukis jingga di remang senja. Juga seperti saat Dia mempertemukan kita.

Kau umbar rindu, kau umbar rasa, dan kau orang pertama yang membuatku benar-benar mengecap cinta. Aku menyayangimu.

Pelahan kau balut lukaku, kau ajari aku bagaimana memaafkan, bagaimana menjadi dewasa, juga bagaimana menjadi wanita tangguh pantang mengeluh.

Kau hapus setetes demi setetes air mata kemudian kau lukis bahagia.

Namun,

Kau berubah akhir-akhir ini. Kau terasa semakin jauh.

Tak ada lagi sapaan hangat di setiap hariku, tak ada lagi percakapan manis di setiap pesanmu. Setiap kali aku melihat ponselku, yang kutemukan hanya kehampaan. Aku tak pernah lagi menemukanmu di sana.

Aku kira sosial media membantu kita melipat jarak yang ada. Tapi sekarang justru kurasa sebaliknya. Dari sana aku mulai terluka.

Aku mulai merasa cemburu, saat aku yang kau sebut kekasihmu justru tak berhak tau atas kabarmu.

Aku tak menemukanmu di manapun selain di hatiku. Dan di sana kau terus memaksa aku untuk tetap merindukanmu.
Aku hanya bisa menemuimu lewat lamunan, mendengarmu lewat desah angin di ujung malam.

Kau tahu? Teramat sakit menyimpan rindu untukmu. Teramat sakit membayangkan rasaku tak berbalas sama.

Dan aku masih percaya, kau memiliki rasa yang sama.

Apakah kau menemukan kegelisahanku malam ini dalam lamunanmu?

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar