Kamu. Pemilik Surga Dalam Ridhomu.

By Sekar Setyaningrum - Desember 02, 2015


Suamiku,

Jika aku boleh jujur akan satu hal saja kepadamu, maka menemukanmu adalah kado terindah yang pernah Tuhan titipkan untukku. Untuk penantian panjangku, untuk lelah dan letihnya hatiku, untuk rinduku akan sosok yang kusebut suami, untuk bahtera yang bernama rumah tangga dan untuk akhir yang kudamba ; surga.

Aku memilihmu. Bersamamu kuikatkan tali suci, darimu kuharap ridho dan kasihNYa, untukmu jugalah kujaga sumpah dan janji setiaku. Namun tahukah engkau jika terkadang hati istrimu ini harus terluka? Tahukah engkau jika sikapmu sering melukai perasaanku? Tak hanya sekali kau nodai sumpah sucimu, tak hanya sekali kau robek hati ini.

Aku bukan wanita sempurna, tentu saja. Aku hanya wanita biasa yang terus dan selalu membutuhkan bimbinganmu. Aku rusuk bengkok yang harus kauluruskan dengan sabar dan kasihmu. Itu aku. Ya. Aku yang kini lebih sering kautatap dengan tatapan dingin tanpa arti.

Aku malu. Aku malu saat lagi-lagi aku harus mengeluhkan sikapmu. Bukankah awal dari hubungan ini adalah komitmen? Komitmen untuk bersama-sama memperbaiki diri. Komitmen untuk bersama-sama mengarungi bahtera dengan segenap cinta. Namun bagaimana mungkin kau hanya memandangku sebagai wanita penuh cela? Wanita yang bisa kau peluk saat dingin menyapa dan kau cela saat satu kesalahan kecil kulakukan.

Teramat sakit saat keshalehan dan kemampuanku sebagai seorang istri hanya kauukur dari seberapa sering aku menuruti setiap ingin dan maumu. Aku tahu. Tuhankupun mengajarkanku untuk berbakti padamu. Namun bagaimana jika maumu melewati batas toleransi dan wajarku duhai, lelakiku?

Aku tak peduli hidup macam apa yang kautawarkan padaku. Aku memilihmu karena sungguh aku percaya akan tanggung jawabmu. Tak peduli saat aku harus ikut berjuang mencari nafkah bersamamu, tak apa harus membagi waktuku sebagai karyawan sekaligus istri dan ibu yang baik untuk bahteraku. Tak apa asal aku bisa tetap bersamamu, asal aku bisa melihat senyum putri kita setiap hari.

Aku tahu. Mungkin juga Tuhan mulai bosan mendengar keluh kesahku yang masih saja tentang sikap tak wajarmu padaku. Tentang setiap tuntutanmu. Tentang sakitnya hina dan cela yang kaukatakan padaku. Sungguh, sebenarnya aku juga mulai bosan dengan rapuhku.

Kujadikan senyumu dan tawa buah hati kita sebagai penawarnya. Kulakukan segala cara untuk membuat kalian yang kucinta bahagia. Tapi yang kaulakukan justru sebaliknya. Lagi-lagi aku hanyalah wanita penuh cela bagimu.
Kau pernah kehilangan, bukan? Bukankah kehilangan itu menyakitkan? Bukankah kehilangan membuatmu tak bisa melupakan setiap pedih dan sakitnya? Bagaimana bisa sekarang kau seperti ini padaku? Pada seorang wanita yang telah kaujadikan istrimu. Pada seorang wanita yang sedikitpun tak ingin melihatmu terluka.

Tahukah kamu jika terkadang aku ingin merasa dihargai olehmu? Bukan hanya teman saat kau berada di atas tempat tidur, bukan hanya tukang masak yang siap membuatkan makanan kesukaanmu, bukan juga wanita yang tetap kuat menghadapi setiap sikap kasarmu.

Sesekali, perlakukan aku selayaknya istrimu. Agar yakin kulanjutkan bahtera kehidupan bersamamu. Bersama-sama membesarkan dan mendidik putra putri kita. Menjadi madrasah dan panutan terbaik bagi mereka.

Karena aku tahu, Tuhan menyatukan kita dalam satu ikatan suci ini bukan untuk dengan begitu mudah diakhiri.

Sayangku,

Aku ingin melihatmu kembali manis terhadapku. Memperlakukan aku sebagai sebenar-benarnya wanita yang pernah kaupilih dalam hidupmu. Menegurku dengan lembut saat satu kesalahan kembali kulakukan. Dan itulah do’a yang tak pernah bosan kusampaikan pada Tuhanku.

Aku tak pernah menyesali pertemuan kita, pun pernikahan kita. Satu hal yang sering aku sesali adalah bagaimana aku tak pernah bisa menjadi wanita terbaik untukmu? Bagaimana aku bisa menjadi selalu salah di matamu?

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar