Catatan Patah Hati

By Sekar Setyaningrum - November 12, 2015

Andai kamu tahu, betapa sulitnya membangun rasa percaya diantara dusta yang kau bangga.

Andai kamu tahu, betapa pedihnya menata hati saat luka masih menganga.

Andai kamu tahu, betapa sulitnya berdiri, berjuang sendiri kemudian harus patah lagi, harus terluka lagi.

Andai kamu tahu, betapa sulitnya bersandiwara untuk tetap tertawa saat hati pedih tak terperi.

Andai kamu tahu, betapa menyakitkan menjadi pilihan. Menjadi orang yang kau peluk saat kau kedinginan namun kau campakan saat kau kembali ke rumah hangatmu.

Andai kau tahu, betapa sulit menahan tumpahnya air mata saat semua menjadi sangat tidak adil bagiku.

Andai kamu tahu, betapa sulitnya menelan bahkan hanya sebutir nasi untuku saat aku mengingatmu.

Andai kamu tahu, betapa keras kucoba abaikan berita buruk tentangmu.

Andai kau tahu mencintaimu sesulit itu bagiku, apakah kau akan dengan setega ini menyakitiku?

Aku yang berkali kau lukai namun tetap berdiri tegap melawan luka.

Aku yang berkali harus menelan pahit janji meski pada akhirnya kau ingkari lagi.

Aku yang berjalan dengan obor pengharapan indah yang kau beri.

Aku yang dengan segenap jiwa meyakinkan mereka yang tak lagi percaya padamu. Orang tuaku, sahabatku, bahkan diriku sendiri.

Aku yang kini menangis di sudut gelap kamar ini. Sendiri. Tanpa pelukan. Tanpa kehangatan. Tanpa topangan. Tanpa keyakinan. Dan ketika aku mencoba berdiri, sedetik kemudian aku roboh kembali.

Tahukah engkau betapa pedih yang kini harus kurasa?

Aku bahkan tak tahu salah apa yang pernah kuperbuat untukmu. Hingga kau dengan begitu tega merenggut setiap bahagia yang kupunya.

Untukmu, kutinggalkan segala yang kupunya.

Untukmu, kujamah dengan rela setiap luka.

Untukmu, iklas kuraup perih di medan ketidakpastian.

Untukmu, kularung cemburu dalam helaan napasku.

Untukmu, dalam janji baru kehidupanku. Aku rela menjadi mahluk paling tega pada diriku sendiri.

Untukmu, kupertaruhkan masa depanku.

Namun bahkan untuk memilihku saja kau tak sudi. Kau hempaskan aku berkali-kali. Kau tipu aku dengan sejuta kalimat manismu.

Kau bilang, kau mencintaiku lebih. Kau bilang, kau bahkan tak sanggup kehilanganku.

Namun untuk memperjuangkanku saat aku dengan setulus jiwa rela terjatuh bersamamu saja kau tak mampu.

Apa aku bagimu?

Sebuah pemberhentian? Sebuah jeda untuk jengah rasamu padanya?

Kau anggap manusia macam apa aku ini?

Aku bukan hujan yang bisa berkali luruh ke bumi tanpa harus tersakiti. Aku bukan embun yang sirna di sepenggal pagi kemudian esok hadir kembali. Aku bukan angin yang dengan rela mengantar nelayan melepas harinya.

Bukan.

Oh, Tuan. Andai kau tahu betapa berharganya dirimu bagiku.

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar