Lelaki yang Kau Cintai

By Sekar Setyaningrum - Oktober 10, 2015

Kali ini aku tak akan berbasa-basi lagi denganmu. Aku sudah cukup munafik dengan mengatakan jika aku bahagia melihatnya bersamamu. Kau tahu. Itu teramat menyesakkan bagiku.

Aku tak baik-baik saja saat ku tahu kau telah bersamanya. Sekuat tenaga ku sembunyikan remuk redam hatiku. Sebisanya aku memadamkan cemburu yang meronta di dasar hatiku.

Kau tak mengatakan apapun lagi kepadaku selain membuatku merasa kian cemburu. Ya. Kau memang kekasihnya. Aku tahu.

Jika ada bagian menyakitkan dari setiap ucapanmu, maka itu adalah saat di mana kau mengatakan jika aku perebut lelakimu. Jika aku adalah sebab dari kehancuran hubunganmu dengannya. Meski hingga kini aku tak pernah mendengarnya. Aku tahu, kau akan segera mengatakan itu padaku.

Atas nama hati dan perasaanku, sungguh mana mungkin aku menerima kehadirannya jika aku tahu ada kamu di sampingnya. Dia bahkan tak pernah sekalipun menyebut namamu di depanku.

Namun rasa ini kadang menjadi begitu lucu. Apakah kamu tahu? Rasa kini memilih jadi egois. Mempertahankannya yang ku tahu jelas adalah lelakimu.

Maafkan aku atas keegoisan perasaanku. Maafkan aku jika aku tak lagi mampu membendung rasa ini.

Aku memang pengecut saat aku memilih untuk melanjutkan hubungan ini setelah aku tahu kau juga kekasihnya. Namun aku akan menyesal jika aku tetap beranjak sementara ku tahu dia mencintaiku sama dalamnya.

Ah, ternyata cinta telah membuatku menjadi mahluk paling kejam saat ini. Aku tak seharusnya mengatakan semua ini padamu. Tapi aku tak ingin lebih lama lagi menyimpan rahasia ini. Aku mencintai kekasihmu, Mbak.

Lelaki yang kau sebut-sebut sebagai calon suamimu, dia juga adalah lelaki yang menemaniku hampir dua tahun terakhir.

Awalnya kami bersahabat baik. Dia banyak membantuku melupakan kisah kelam masa laluku. Dia juga telah mengajari aku banyak hal, termasuk mencintainya. Aku begitu percaya, jika cinta hadir karena terbiasa.

Seperti mega yang biasa menjemput senja. Seperti pekat yang setia menjadi kelamnya malam. Juga kami yang terbiasa menghabiskan senja dengan menatap layar ponsel kemudian tertawa atau kami yang biasa membahas hal-hal absurd.

Kami memang tak banyak menghabiskan waktu bersama. Namun mengharapkan pertemuan dengannya menjadi sama asyiknya.

Mbak, mungkin kau tak akan pernah memaafkanku.

Aku telah merenggut bahagiamu. Aku telah menghancurkan mimpi-mimpi yang susah payah pernah kaubangun bersamanya.

Maafkan aku yang tak bisa meninggalkannya.

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar