Perih
Hari ini akan aku tuliskan kalimat demi kalimat yang tak pernah ingin kau dengar lagi dari bibirku.
Hari ini akan ku tulis sebuah rahasia tentang gigilnya luka, tentang hati yang patah, tentang hari indah yang telah musnah.
Ini bukan tulisan pertama atau terakhirku tentangmu. Karena kau adalah alasan di balik setiap tulisan-tulisanku dan akan tetap seperti itu.
Hari ini, ku mohon hentikan semua omong kosongmu. Apa kau bilang? Kau ingin menjadi sahabat terbaikku? Kau ingin aku baik-baik saja?
Ya Tuhan,
Kau pikir hati macam apa yang ku miliki?
Seandainya aku menangis untuk setiap masa aku merasakan kepedihan ini, maka, mungkin air mataku tiada bersisa lagi.
Rasanya baru saja kemarin, rasanya belum genap bilangan hari kau katakan harap dan inginmu padaku.
Kau bilang kau ingin menemaniku menulis lagi, kau bilang kita akan menulis sebuah cerita tentang kita, kau bilang kau ingin bersamaku apapun resiko yang harus kau ambil dan kau bilang kau ingin menikahiku, bukan?
Lalu bagaimana mungkin dengan begitu mudah kau memutuskan untuk menikahi gadis lain? Dan kau memintaku untuk tetap baik-baik saja?
Itu semua baru kemarin, Sayang.
Seandainya hubungan kita belum sejauh ini, seandainya kau pergi bukan untuk menikahi gadis lain. Oh, Tuhan. Mungkin hatiku tak akan sehancur ini.
Bagaimana kau inginkan mentari saat hujan menderas di mataku?
Bagaimana kau ingin aku bahagia sementara pedihnya luka menghujam hatiku?
Bagaimana mungkin aku mampu melihatmu menari sementara bilangan luka tak mampu ku hitung dengan jemari?
Semudah itukah mempermainkan perasaanku? Semudah itukah memalingkan wajahmu dariku? Semudah itukah kau menghapus bayangku dari ingatanmu?
Semudah itukah bagimu?
Kau memintaku berhenti bertanya kapan, apa, bagaimana, kenapa dan semua alasan yang membuatmu meninggalkanku. Tapi apa kau tahu bagaimana pedih yang harus ku kecap?
Aku berharap hujan deras senyapkan tangisku. Aku berharap hujan tak hanya menghapus jejakmu, tapi juga segala ingatan tentangmu. Meski aku tak mampu senyapkan rasa yang menderu.
Kau tahu betapa sulit menahan tumpahnya air mata saat aku mengingatmu? Saat ku ingat semua janji dan harapmu.
Aku melihatmu di manapun. Aku melihatmu di setiap tempat yang aku kunjungi. Bahkan sudut bisu rumahku ikut menyuarakan namamu.
Kau percaya? Aku bahkan masih ingin menyuarakan kejujuran saat hati dan tubuhku kau balut dengan kepalsuan. Lalu, bagaimana bisa kau menari di atas luka yang kini harus ku ratapi sendiri?
Jika ada satu pinta yang pasti akan dikabulkan Tuhan, maka, aku tak akan memintamu untuk mencintaiku lagi. Aku hanya ingin waktu terhenti saat ini. Aku ingin berhenti di sini.
0 komentar