Papa,

By Sekar Setyaningrum - Agustus 01, 2015

Papa,

Aku memelukmu lewat do'a. Lewat kalimat-kalimat indah yang kulontarkan ke dada langit. Andai ku bisa, ingin kupeluk engkau setiap waktu, rebah dalam dadamu sebelum lelap menjemputku. Namun kini putrimu beranjak dewasa, kehidupan memaksaku untuk bisa jauh darimu, berjuang menyusun satu persatu mimpi dan harapmu.

Papa, ini putrimu. Seorang gadis dengan nama berarti bunga dalam akta lahirnya. Ini putrimu yang kini tak sanggup melihat peluh menetes di dahimu. Maafkan aku, Papa. Maafkan aku untuk tak bisa menemanimu di kala senjamu. Maafkan putrimu yang tak bisa menemanimu mengosongkan segelas teh di waktu pagi. Maafkan.

Seperti petuah yang tak pernah absen kau ingatkan lagi dan lagi. Bahwa hidup tak menjadi lebih mudah setiap harinya, kita hanya diminta semakin kuat menjalaninya. Kau tahu, Papa? Kini putrimu mulai merasakannya, kini putrimu mengerti maksud dari kalimat itu. Aku mungkin tak sekuat engkau, aku memang tak setangguh itu. Namun percayalah, putrimu sedang berusaha menjadi tangguh.

Papa,

Seperti nama yang kau sematkan untuk gadismu ini. Aku berjanji untuk menjadi kabul atas do'a indahmu itu. Aku adalah bunga yang tak pernah berhenti menebarkan semerbak wangi, putrimu adalah bunga yang tak pernah layu. Tak peduli sesering apa kehidupan menyusun rencana untuk menghilangkan wanginya, menggugurkan kelopaknya. Aku adalah bunga yang terus menebarkan kebaikan.

Papa,

Maafkan aku untuk keluh kesah yang tiada habis kubagi denganmu, untuk air mata yang kadang tak kuasa kubendung saat rebah dalam dekapmu. Aku tahu, kau satu-satunya lelaki yang tak akan bosan melakukan itu denganku. Kau satu-satunya lelaki yang tak akan pernah meninggalkanku.

Maka, Papa.
Kini ijinkan putrimu ini mendengar keluh kesahmu, sesekali menghabiskan teh di cangkir yang sama. Aku tahu, itu tak cukup menebus waktu yang terbuang untuk segala kesibukanku. Tapi percayalah, Papa. Di manapun aku berada, do'a ini terus mendengung di dalam dada.

Papa, Lelaki yang tak pernah pergi. Terima kasih untuk tetap tinggal di sisi. Terima kasih untuk lagi dan lagi mengajarkanku untuk memaafkan. Senja ini, kau mengajarkanku banyak hal. Kau bilang kehidupan akan mengajarkanku sebuah arti bijaksana.

"Jangan bersedih ketika kebaikanmu dibalas sebaliknya oleh orang lain. Jangan marah jika kesetiaanmu dikhianati. Jangan mengumpat saat orang lain mencemoohmu. Jangan menangis ketika dunia seolah tak berlaku adil kepadamu. Tetaplah tersenyum, Putriku. Tetaplah menjadi tangguh. Putriku adalah bunga yang tak pernah layu, jadilah begitu. Aku tak pernah memintamu mengambil keputusan menurut kehendakku selama ini, namun kali ini aku memintamu untuk memaafkan. Maafkan kemudian lupakan yang pernah orang lain lakukan padamu, seburuk apapun itu. Biarkan Tuhan menjalankan skenarionya. Suatu saat nanti, kau akan tahu betapa adil Tuhan kepadamu. Jadilah alasan papa untuk tetap berdiri. Jadilah gadis kebanggaan hati kekasihmu ini."

Oh, Tuhan. Terima kasih untuk memilikinya. Terima kasih, Tuhan.

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar